Java Zone

Pemrograman java, Perulangan Java, Operator java, Thread Java, Makalah Filsafat Ilmu, Makalah Teologi dan lain lain

Powered by Blogger.

MAKALAH EPISTIMOLOGI

BAB I

PENDAHULUAN

  1. LATAR BELAKANG

    Sebagaimana diketahui, manusia membutuhkan pengetahuan untuk kelangsungan hidupnya, maka untuk mendapatkan pengetahuan itu manusia memerlukan pengertian dari pada ilmu pengetahuan itu sendiri, sumber-sumber nya,dan juga metode-metodenya. Oleh karena itu, dalam makalah ini kami menuliskan beberapa poin penting yang semoga dapat membantu para pembaca dalam mencari ilmu pengetahuan.


 

  1. RUMUSAN MASALAH
  2. Apa pengertian dari pada epistemology
  3. Menyebutkan Sumber dan metode untuk memperoleh pengetahuan
  4. Apa pengertian dari verifikasi ilmu pengetahuan


     

  5. TUJUAN MAKALAH

    Makalah ini disusun bertujuan untuk:

  1. Untuk mengetahui pengertian dari pada epistemologi
  2. Untuk mengetahui sumber ilmu pengetahuan
  3. Untuk mengetahui metode-metode ilmu pengetahuan
  4. Untuk mengetahui verifikasi ilmu pengetahuan


 

Bab II

PEMBAHASAN


 

2.1.     Pengertian Epistemologi

Istilah "Epistemologi" didalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah "Theory of knowledge". Epistemologi berasal dari asal kata "episteme" dan "logos". Episteme berarti pengetahuan.

Dan logos berarti teori. Dalam rumusan yang lebih riil atau rinci disebutkan bahwa epistemologi merupakan salah satu cabang filsafat yang mengkanji secara mendalam dan redikal tentang asal mula pengetahuan, struktur, metode, dan validitas pengetahuan.

Di samping itu terdapat beberapa istilah yang maksudnya sama dengan episteologi ialah:

  1. Gnosiologi
  2. Logika meterial
  3. Criteriologi

Keseluruhan istilah tersebut di atas di dalam bahasa Indonesia pada umumnya di sebut imu pengetahuan. Dalam rumusn lain di sebutkan bahwa epistemologi adalah cabang filsafat yang mempelajari soal tentang watak, batas- batas dan berlakunya ilmu pengetahuan; demikian rumusan yang diajukan oleh J.A.N. Mulder. Sebenarnya banyak ahli filsafat (filsuf) maupun sarjana filsafat yang merumuskan tentang episteologi atau filsafat pengetahuan.

Apabila keseluruhan rumusan tersebut direnungkan maka dapat dipahami bahwa prinsipnya epistemologi adalah bagian filsafat yang membicarakan tentang terjadinya pengetahuan, sumber pengetahuan asal mula pengetahuan, batas- batas, sifat dan keahlian pengetahuan. Oleh karena itu sistematika penuisan Epistemologi adlah terjadinya penngetahuan, teori kebenaran, metode- metode ilmiah dan aliran- aliran teori pengetahuan.

  1.     Sumber Ilmu Pengetahuan

Proses terjadinya pengetahuan menjadi masalah mendasar dalam epistemologi sebab hal ini akan mewarnai pemikiran proses terjadinya pengetahuan yaitu dalam sifatnya baik a priori maupun a porterori. Pengetahuan a priori adalah pengetahuan yang terjadi karena adanya pengalaman, baik pengalaman indera maupun pengalaman bathin. Sedangkan a porterori adalah pengetahuan yang terjadi karena adanaya pengalaman.

Didalam mengetahui memerlukan alat yaitu: pengalaman indera (sense experience); nalar (reason); otoritas (authority); intuisi (intuition); wahyu (revalation); dan kyakinan (faith). Sepanjang sejarah kefilsafatan alat-alat untuk mengetahui tersebut memiliki peranan masing-masing baik secara sendiri-sendiri maupun berbasangan satu sama lain tergantung kepada filsuf atau paham yang dianutnya. Dalam hal ini dapat dilihat bukti-bukti sebagai berikut, Pengetahuan di dapatkan dari pengamatan. Didalam pengamatan inderawi tidak dapat ditetapkan apa yang subyektif dan apa yang obyetif. Jika kesan-kesan subyektif dianggap sebagai kebenaran, hal itu mengakibatkan adanya gambaran-gambaran yng kacau di dalam imajinasi. Segala pengetahuan dimulai dengan gambaran-gambaran inderawi. Gambaran-gambaran itu kemudian ditingkatkan hingga sampai kepada tingkatan-tingkatan yang lebih tinggi, yaitu pengetahuan rasional dan pengetahuan intuitif. Didalam pengetahuan intuitif orang memandang kepada idea-idea yang berkaitan dengan Alloh. Disini orang dimasukkan kedalam keharusan Ilahi yang kekal.

Pandangan Spinoza agak berbeda denag pandanagan Thomas Hobbes sebagai seorang tokoh empirisme yang hidup pada tahun 1588-1679. Menurutnya pengenalan atau pegethuan diperoleh karena penglaan. Pengalaman adalah awal segala pengetahuan. Juga awal pengetahuan tentang asas-sasa yang diperoleh dan diteguhkan oleh pengalaman. Seagala ilmu pengetahuan diturunkan dari pengalaman. Hanya pengalamanlah yang memberi jaminan akan kepastian.

Pengalaman dengan akal hanya mempunyai fungsi mekanisme semata-mata, sebab pengalaman dengan akal mewujudkan suatu proses penjumlahan dan pengurangan. Pengenalan dengan akal mulai dengan memakai kata-kata (pengertian-pengertian), yang hanya mewujudkan tanda-tanda yangmenurut adat saja, dan yang menjadiakan roh manusia dapat memiliki gambaran dari hal-hal yang diucakan dengan kata-kata iu. Pengertian-pengertian umum hanyalah nama saja, yaitu nama-nama bagi gambaran-gambaran ingatan tersebut, bukan nama-nama bendanya. Nama-nama itu tidak mempunyai nilai obyektif. Pendapat atau pertibangan adalah penggabungan dua nama, sedang silogisme aadalah suatu soal hitungdiman orang bekerja dengan tiga nama.

Yang disebut pengalaman adalah keseluruhan atau totalitas segala pengamatan, yang didalam ingatan daan digbungkan dengan suatu pengharapan akan masa depan, sesuatu dengan apa yang telah diamati pada masa yang lampau. Pengamatan inderawi terjadi karena gerak benda-benda diluar kita menyebabkan adanya suatu gerak didalam indera kita. Gerak ini diteruskan kepada otak dan dari otak diteruskan kejantung. Didalam jantung timbullah suatu reaksi, suatu gerak dalam jurusan yang sebaliknya. Pengamatan yang sebenarnya terjadi pada awal gerak reaksi tadi.

Sasaran yang diamati adalah sifat-sifat inderawi. Penginderaan disebabkan karena tekanan obyek atau sasaran. Kualitas obyek-obyek yang sesuai dengan penginderaan kita, bererak menekan indera kita. Warna yang kita lihat, suara yang kita dengar, bukan berada didalam obyek, melainkan didalm subyeknya. Obyek pengetahuan adalah gagasn-gagasan atau idea-idea yang timbulnya karena pengalaman lahiriyah (sensation) dan karena pengalaman bathiniah (revelation). Pengalaman lahiriyah mengerjakan kepada kita tentang hal-hal yang diluar kita, sedangkan pengalaman bathinyah mengarjakan tentang keadaan-keadaan psikis kita sendiri.

Pada abad ke-18 muncul zaman baru jaman pencerahan (Aufklarung). Muncul tokoh George Berkeley (1685-1753) yang pada prinsipnya meneruskan prinsipnya meneruskan pemikiran Locke, akan tetapi pemikiran Berkeley lebih tajam dari pada Locke. Hal ini dapat dilihat dalam kesimpulan-kesimpulannya. Pangkal pikiran Berkeley terdapat terdapat pada pandangannya dibidang teori pengenalan. Menurut dia segala pengetahuan kita bersandar pada pengamatan. Pengamatan adalah identik dengan gagasan yang diamati, pengamatan bukan terjadi karena hubungan antara subyek yang mengamati dan obyek yang diamati (esse est percipi), melainkan karena hubungan antara pengmatan antara indera satu dengan yang lainnya.

Sifat pengamatan adalah konkret, artinya : isi yang diamati adalah suatu yang benar-benar dapat diamati. Isi itu bukan pengertian-pengertian umum yang abstrak, yang timbul karena rangkuman dari kententuan-ketentuan yang bersifat individual. Segala sesuatu kita dapat memikirkan keluasan (ruang) tanpa ruang tanpa warna, bentuk isi. Juga kita dapat memikirkan segitiga yang tidak siku-siku atau sama sisi, dsb. Disamping itu Berkeley bermuara kedalam paham idealisme. Berkeley menyangkal adanya dunia diluar kesadaran menusia, itulah sebabnya ia sendiri menanamkan imaterialisme.

Pada abad ke-19 muncul tokoh-tokoh filsafat yang memiliki pandangan tersendiri mengenai pengetahuan. Dalam hal ini Fichte menjeaskan bahwa filsafat sebagai ajaran tentang ilmu pengetahuan dibedakan antara:

  1. Ajaran tentang ilmu pengetahuan yang teoritis, dan
  2. Ajaran tentang ilmu pengetahuan yang praktis.

Didalam bagian yang tepritis dibiarakan hal metafisika dan ajaran tentang pengenalan, sedang didalam bagian yang praktis dibicarakan hal etika.

Ilmu pengetahuan adalah suatu totalitas dimana segala bagiannya dihubungkan secara organis dibawah satu syarat. Syarat yang asasi terdapat didalam "Kesadaran diri", atau didalam "Aku", tempat subyek dan obyek, roh dan alam, menjadi identik dengan maksud "Aku Mutlak". Pada abad ke-19 muncul aliran positifitasme yang tokoh utamanya adalah Augoste Comte (1798-1857). Menurut Comte pengaturan ilmu pengetahuan harus disesuaikan dengan pembagian kawasan fenomena yang dikaji ilmu yang bersangkutan. Dalam pemikiran lebih lanjut dibahas kedudukan ilmu pasti dan psikologi.

  1.     Metode Ilmu Pengetahuan

Metode berasal berasal dari bahasa yaitu '' metodes '' yang terdiri dari unsur:'' meta'' berarti cara, perjalanan sesudah; dan ''hovos'' berarti cara: , perjalanan ,arah. Metode merupakan kajian atau telaah dan penyusun secara sistematik dari beberapa proses dan asas –asas logis dan percobaan yang sistematis yang menuntun suatu penelitian dan kajian ilmiah; atau sebagai peyusunan struktur ilmu –ilmu.

Pada garis besarnya ada beberapa metode – metode untuk memperoleh ilmu pengetahuan, diantaranya adalah:

  1. Empiririsme

        Empiririsme mengatakan bahwa pengetahuan manusia berasal dari pengalamannya, dari dunia luar yang ditangkap panca inderanya. Menurut idealisme pengetahuan itu adalah kejadian dalam jiwa manusia, sedangkan kenyataan yang diketahui dari jiwa manusia itu sendiri. Secara demikian dapat dibedakan dua macam unsure, yang mengetahui dan ang diketahui. Orang yang mengetahui merupakan subyek yang memperoleh pengetahuan dan dikenal dengan suatu perkataan yang menunjukkan seseorang atau suatu kemampuan. Unsur ketiga yang dapat kita bedakan ialah keadaan kita bersangkutan dengan melihat atau mendengar atau suatu pengalaman inderawi yang lain.

        Pengetahuan diperoleh dengan perantaraan indera, kata seorang penganut empiririsme. John locke, bapak empirisme Britania mengatakan bahwa pada waktu manusia dilahirkan, akalnya merupakan sejenis buku catatan yang kosong dan didalam buku catatan itulah ditulis pengalaman- pengalaman inderawi. Ia memandang akal sebagai jenis penampungan yang secara pasif menerima hasil penginderaan tersebut.

        Emprisisme radikal adalah mereka yang berpendirian bahwa semua pengetahuan dapat dilacak sampai pada pengalaman inderawi, dan apa yang tidak dapat dilacak secara demikian itu di anggap bukan pengetahuan.

  2. Rasionalisme

         Dalam rasionalisme sumber pengetahuan manusia itu ialah pikiran, rasio dan jiwa manusia. Sedangkan menurut realisme ditegaskan bahwa pengetahuan manusia merupakan gambar yang baik dan tepat dari pada kebenaran, dan dalam pengetahuan yang baik tergambar kebenaran sebaimana sesungguhnya ada. Rasionalisme berpendirian bahwa sumber pengetahuan terletak pada akal, bukan karena rasionalisme mengingkari pengalaman melainkan pengalaman dipandang sebagai jenis perangsang bagi pikiran. Para penganut rasionalisme yakin bahwa kebenaran dan kesesatan terletak didalam ide kita, dan bukannya didalam diri barang sesuatu. Jika kebenaran bermakna sebagai mempunyai ide yang sesuai dengan atau yang menunjuk kepada kenyataan, maka kebenaran hanya dapat ada di dalam pikiran kita dan hanya dapat diperoleh dengan akal budi saja.

    Descartes, bapak rasionalisme continental berusaha menemukan suatu kebenaran dengan metode deduktif, ia yakin bahwa kebenaran itu ada dan dikenal dengan cahaya yang terang dari akal budi. Secara demikian akal budi dipahamkan sebagai:

    1. Sejenis perantara khusus yang dengan perantara tersebut dapat dikenal kebenaran.
    2. Suatu teknik deduktif yang dengan memakai teknik tersebut dapat ditemukan kebenaran-kebenaran, artinya dengan melakukan penalaran.

        Dengan memberikan tekanan pada metode deduktif ini, seorang penganut rasionalisme tentu mengakui bahwa kebenaran-kebenaran yang dikandung oleh kesimpulan-kesimpulan yang diperolehnya sama banyaknya dengan kebenaran-kebenaran yang dikandung oleh premis-premis yang mengakibatkan kesimpulan-kesimpulan tersebut. Karena itu jika kita menginginkan agar kesimpulan-kesimpulan itu berupa pengetahuan, maka premis-premis haruslah benar secara mutlak.

        Pengalaman merupakan pelengkap bagi akal. Seorang penganut rasionalisme tidaklah memandang pengalaman sebagai hal yang tidak mengandung nilai, tetapi ia mencari pengalaman sebagai bahan pembantu penyelidikannya untuk memperoleh kebenaran. Ia juga membedakan antara pengetahuan dan pendapat. Pengetahuan merupakan hasil kegiatan akal yang mengolah hasil tangkapan yang tidak jelas yang timbul dari indera, ingatan atau angan-angan kita.

  3. Fenomenalisme Ajaran Kant

        Kant berpendapat bahwa sebab akibat tentu merupakan hubungan yang bersifat niscaya. Hubungan ialah suatu cara yang dipakai oleh akal untuk mengetahui suatu kejadian, hubungan itu tidak dialami. Hubungan ialah bentuk pemahaman kita dan bukan isi pengetahuan.

    Akal mempunyai bentuk-bentuk untuk mengalami, memahami serta berfikir, dan pengetahuan selalu terdapat dalam bentuk-bentuk ini. Maka Kant menamakannya dalam 'bentuk-bentuk a priori'. Kant juga menggolongkan empat macam pengetahuan, yaitu:

  4. Analisis a priori
  5. Sintesis a priori
  6. Analitis a posteriori
  7. Sintesis a posteriori

        Pengetahuan a priori ialah pengetahuan yang tidak tergantung pada adanya pengalaman, pengetahuan a posteriori terjadi sebagai akibat pengalaman, pengetahuan analitis merupakan hasil analisa, dan pengetahuan sintesis merupakan hasil keadaan yang mempersatukan dua hal yang biasanya terpisah. Pengetahuan yang dihasilkan oleh analisa terhadap unsur-unsur yang a priori disebut pengetahuan analitis a priori. Pengetahuan sintesis a priori dihasilkan oleh penyelidikan akal terhadap bentuk-bentuk pengalamannya sendiri dan penggabungan unsure-unsur yang tidak saling bertumpu.

    1. Intuisionisme.

        'Pengetahuan mengenai' dinamakan pengetahuan diskursif atau pengetahuan simbolis dan pengetahuan ini ada perantaranya.' Pengetahuan tentang' disebut pengetahuan yang langsung atau pengetahuan intuitif dan pengetahuan tersebut diperoleh secara langsung.

        Hanya dengan menggunakan intuisi kita dapat memperoleh pengetahuan tentang kejadian itu,suatu pengetahuan yang mutlakdan bukannya pengetahuann yang nisbi atau yang ada perantaranya. Intuisi mengatasi sifat lahiriah pengetahuan simbolis, yang pada dasarnya bersifat analitis. Salah satu diantara unsure-unsur yang berharga dalam intuisionisme Bergson ialah, paham ini memungkinkan adanya bentuk pengalaman, disamping pengalaman yang dihayati oleh indera. Dengan demikian data aayang dihasilkannya dapat merupakan bahan tambahan dari pengetahuan, disamping pengetahuan yang dihasilkan oleh penginderaan.

  8. Metode Ilmiah

        Perkembangan ilmu-ilmu alam merupakan hasil penggunaan secara sengaja suatu metode untuk memperoleh pengetahuan yang menggabungkan pengalaman dan akal sebagai pendekatan bersama. Unsure pertama di dalam metode ini adalah pengamatan artinya pengalaman-pengalaman yang dipakai sebagai dasar untuk merumuskan suatu masalah.Metode ilmiah dimulai dengan pengamatan dan diakhiri dengan pengamatan pula.


    2.4     Verifikasi Ilmu Pengetahuan


 

  1. Pengertian Verifikasi

    Verifikasi adalah teori filsafat positif logis dalam memilih yang menyatakan bahwa pengalaman adalah satu-satunya sumber dasar pengetahuan dan dalam analisa logis dapat dilakukan dengan bantuan simbol-simbol logika dengan menggunakan metode untuk memecahkan masalah melalui metode verifikasi empirik yaitu bila terdapat sesuatu yang tidak dapat diverifikasi secara empirik maka hasilnya adalah sia-sia. penganut teori radikal ini memiliki masalah konsekuensi untuk filosofi tradisional, karena, jika benar, akan menyebabkan banyak pekerjaan sia-sia pada filosofis masa lalu, antara lain pada metafisika dan etika.


     

  2. Verifikasi Ilmu Pengetahuan

    Metode verifikasi yang menggunakan logika induksi memiliki banyak permasalahan. Salah satunya adalah permasalahan induksi. Selain itu ada juga masalah penerapannya dalam ilmu pengetahuan.

    Pada masa sebelumnya aliran filsafat ilmu pengetahuan dikuasai oleh metode verifiaksionisme, suatu metode yang terdapat pada positivisme logis yang dianut oleh Lingkaran Wina. Pada masa itu para filsuf yang tergabung di lingkaran Wina ingin memisahkan apa yang ilmu dan apa yang bukan ilmu. Mereka memisahkannya dengan apa yang mereka sebut verifikasi.

    Mereka menyatakan bahwa semua yang pantas disebut ilmu harus bisa diverifikasi. Verifikasi berarti adalah suatu proses pembuktian untuk menentukan apakah sesuatu itu benar atau tidak, proses ini haruslah empiris atau berdasarkan pengalaman.

    Misalnya saja: Pernyataan bahwa di luar sedang hujan adalah pernyataan verifikasionis – karena seseorang bisa membuktikan dengan cara ke luar dan melihat apakah di luar hujan atau tidak. Sebaliknya pernyataan misalnya: Malaikat itu ada, hakikat manusia itu baik dan sebagainya tidak bisa di verifikasi.

    Sifat-sifat tidak bisa diverifikasi itu menyebabkan pernyataan kedua bidang baik itu agama dan filsafat tidak bermakna. Ini disebabkan kedua pernyataan itu tidak bisa di-verifikasi. Pernyataan agama seringkali tidak bisa dibuktikan oleh orang kebanyakan, memerlukan kondisi khusus untuk bisa membuktikannya, misalnya mendapat wahyu atau mati. Begitu pula pemikiran-pemikiran metafisis, pernyataan mengenai hakikat manusia dan realitas hanya akan membuat perdebatan sengit yang tak pernah selesai. Keduanya dimasukkan kategori tidak bermakna. Tidak memiliki arti pengetahuan, karena orang tidak bisa membuktikan secara empiris. Walau tidak memiliki arti secara pengetahuan bisa jadi mereka memiliki arti secara emosional.

    Pendekatan verifikasi menyatakan sesuatu baru layak disebut ilmu pengetahuan jika pernyataan-pernyataannya dapat diverifikasi, yakni dapat dibuktikan kebenarannya oleh panca indera. Pendekatan ini merupakan prinsip positivisme atau naturalisme. Pendekatan verifikasi menghendaki adanya bukti empirik terhadap hipotesa sebelum dia menjadi sebuah teori. Dalam pembuktiannya, pendekatan verifikasi menggunakan metode induktif dimana fakta-fakta dikumpulkan terlebih dahulu, kemudian membuat generalisasi. Pendekatan ini lazim digunakan dalam ilmu-ilmu alam. Jika beberapa materi A tidak ada yang bersifat B, A pasti tidak bersifat B. Generalisasi tidak memeriksa seluruh A dan menyimpulkan sifat A, tetapi hanya mengambil sampel saja.

    Kalau verifikasi digunakan untuk mencari kebenaran suatu teori, maka falsifikasi digunakan untuk mencari kesalahan sebuah teori. Suatu teori harus falsifiable, yaitu berpeluang untuk disalahkan secara induktif-empiris atau deduktif-rasional. Semakin besar kemungkinan atau peluang untuk disanggah, semakin baik dan kokoh validitas teori itu . Hal itu karena teori yang disanggah akan terus memperbaiki diri dan semakin lama semakin kuat bangunannya.


     

    Hipotesa yang dipakai sebelum teori tersebut dapat dibuktikan pun dicari kesalahannya. Jika terdapat kesalahan dalam hipotesa maka gugurlah hipotesa berikut teori yang akan dibangun.

    Pendekatan falsifikasi dikembangkan oleh Karl Raymund Popper, seorang doktor filsafat yang ahli dalam berbagai disiplin ilmu. Ia mencela pendekatan induktif yang dipakai verifikasi karena menurutnya, ilmu pengetahuan yang berdiri di atas dogma verifikatif itu justru telah kehilangan daya rasional-kritisnya. Popper menilai generalisasi adalah proses penyimpulan keyakinan yang sifatnya tebakan logis.

    Dengan begitu, ia menegaskan bahwa suatu teori ilmiah tidak pernah benar secara definitif. Kritik lainnya yang dikemukakan Popper adalah bahwa prinsip verifikasi tidak pernah mungkin untuk menyatakan kebenaran hukum-hukum umum. Oleh karena itu, ilmu pengetahuan alam yang kebanyakan terdiri dari hukum-hukum umum, tidak bermakna seperti metafisika. Popper pun menyatakan bahwa ilmu pengetahuan pun lahir dari pemikiran metafisis, walaupun keilmiahannya tetap harus diuji.

    Kebenaran menurut falsifikasionis merupakan sebuah masalah karena suatu ilmu pengetahuan tidak akan pernah mencapai taraf kebenaran dalam konteks falsifikasi. Kegiatan ilmiah hanya sanggup melangkah mendekati kebenaran atau menyerupai kebenaran. Teori adalah hipotesa yang belum dibuktikan kesalahannya dan teori yang dapat bertahan dari falsifikasi akan diterima secara tentatif sebagai kebenaran.

    Pendekatan falsifikasi pun mengundang kritik. Validitas pendekatan ini hanya pada unsur-unsur struktur epistemologis, bukan fundamental. Pendekatan ini terbentur pada masalah genesis, yaitu kelahiran ilmu pengetahuan baru. Ilmu pengetahuan yang baru tidak bisa dinilai benar atau salahnya. Dalam pendekatan verifikasi, ilmu pengetahuan ini dapat menjadi benar. Namun dalam falsifikasi, ilmu pengetahuan baru ini bisa saja salah. Thomas Kuhn kemudian mengajukan pendekatan yang lebih fragmentaris yang cenderung terspesialisasi berdasarkan langkah-langkah ilmiah menurut bidangnya masing-masing. Ia menamakannya paradigma. Istilah ini mengacu pada satu set praktek-praktek, seperti metode observasi dan interpretasi, dan asumsi dasar atau nilai-nilai yang mendefinisikan disiplin ilmu selama periode waktu tertentu.

    Paradigma ilmu pengetahuan mengandung pertanyaan-pertanyaan seperti apa yang akan diamati dan diteliti, jenis pertanyaan yang seharusnya ditanyakan dan diselidiki untuk jawaban yang berkaitan dengan subyek ini, bagaimana pertanyaan-pertanyaan ini harus terstruktur, bagaimana hasil penyelidikan ilmiah harus ditafsirkan, dan sebagainya.

    Revolusi ilmu pengetahuan yang awalnya dilakukan falsifikasionis, kini digeser dengan pendekatan paradigma. Tahap perkembangan ilmu pengetahuan dapat menggeser paradigma lama menuju paradigma baru. Bangunan teori yang disanggah/disalahkan oleh falsifikasionis hanya berada di tingkat epistemologi, sedangkan pergeseran paradigma melibatkan perubahan pola pikir ilmuwan tersebut. Paradigma baru menciptakan bangunan teori baru yang berbeda dari sebelumnya sehingga status ilmu pengetahuannya pun berubah mengikuti paradigma yang ada.


     

    BAB III

    PENUTUP


     

    Dari hasil peninjauan dan penjelasan diatas, dapat kita ambil kesimpulan bahwa Epistemologi ialah teori pengetahuan yang mempelajari tentang watak, batas-batas dan berlakunya ilmu pengetahuan (filsafat pengetahuan) prinsipnya Epistemologi adalah bagian filsafat tentang terjadinya sumber pengetahuan, terjadinya pengetahuan, batas-batas, sifat metode dan keahlian pengetahua.

    Oleh karena itu sistematiak arti penulisan Epistemologi adalah terjadinya pengetahuan, teori kebenaran, metode-metode ilmiah dan aliran-aliran teori pengetahauan. yang mana Epistemologi harus digunakan manusia agar mereka tidak hanya diam tapi aktif mengeluarkan segala inspirasi, angan, impian dan perbuatan yang positif. Dalam periode ini Hoppe tiba pada kesimpuan bahwa Ilmi Pengetahuan yang teorema-teoremanya tidak terbantahkan, termasuk juga dibidang ilmu sosial.

    1.     Penulis berharap dengan adanya makalah sederhana ini dapat menambah pengetahuan pembaca budiman. Tentunya, semoga ini dapat mengetahui arti dari makna Epistemologi itu sendiri. Adapun ada kekurangan maupun kelebihan kami mohon maaf, karena kami juga masih belajar.


     

    DAFTAR PUSTAKA


     

    Louis O Kattsof, Element of philosophy, pengantar filsafat, Tiara Wacana, Yogyakarta.

    Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu, Rajawali Pers, Jakarta.


     


     


     


     


     


     


     


     


     


     


     


     


     


     


     


     

Previous
Next Post »
0 Komentar untuk "MAKALAH EPISTIMOLOGI"

 
Copyright © 2015 Java Zone - All Rights Reserved
Template By Kunci Dunia
Back To Top