KATA PENGANTAR
Rasa syukur yang kami sampaikan ke hadiran tuhan Allah Subhanahu wa Ta'ala , karena berkat rahmat dan hidayahNya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Sumber Filsafat Ilmu tepat pada waktnya.
Penulisan makalah adalah merupakan salah satu tugas dan persyaratan untuk menyelesaikan tugas mata kuliah Pengantar Filsafat Ilmu di Fakultas Sins dan Teknologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin.
I. PENDAHLUAN
1. Latar Belakang
Filsafat Ilmu merupakan bagian dari epistimologi (filsafat pengetahuan) yang secara spesifik mengkaji hakikat ilmu atau pengetahuan ilmiah. Ilmu merupakan cabang pengetahuan yang mempunyai ciri-ciri tertentu.
Meskipun secara metodologis ilmu tidak membedakan antara ilmu-ilmu alam dengan ilmu-ilmu sosial, namun karena permasalahan-permasalahan teknis yang bersifat khas, maka filsafat ilmu ini sering dibagi menjadi
filsafat ilmu-ilmu alam dengan ilmu-ilmu sosial.
Pembagian ini lebih merupakan pembatasan bidang-bidangyang ditelaah, yakni ilmu-ilmu alam atau ilmu-ilmu sosial, dan tidak mencirikan cabang filsafat yang bersifat otonom. Ilmu memang berbeda dari pengetahuan-pengetahuan secara filsafat, namun tidak terdapat perbedaan
yang prinsip antara ilmu-ilmu alam dan sosial, dimana keduanya mempunyai ciri-ciri keilmuan yang sama.
2. Rumusan Masalah
1. Bagaimana struktur terbentuknya ilmu filsafat
2. Apa sajakah sumber ilmu filsafat itu
3. Tujuan
1. Mengetahui struktur terbentuknya Ilmu Filsafa
2. Mempelajari sumber ilmu filsafat
II. Pembahasan
Filsafat Ilmu berasal dari zaman Yunani Kuno. Pada zaman itu filsafat dan ilmu jalin menjalin menjadi satu, keduanya termasuk dalam pengertian episteme.
Menurut aristoteles, episteme adalah "sutu kumpulan yag teratur dari pengetahuan rasional dengan objeknya sendiri yang tepat. Jadi, filsafat dan ilmu tergolong sebagai pengetahuan rasional, yakni pengetahuan yang di peroleh dari pemikiran atau rasio manusia.
Episteme dibedakan menjadi tiga :
1. Praktike (pengetahuan praktis)
2. Poietike (pengetahuan produktif)
3. Theoritike ( pengetuan teoretis)
Theoritike dibedakan pula menjadi tiga kelompok, dengan sebutan:
1) Mathematike (pengetahuan matematika)
2) Physike (pengetahuan fisika)
3) Prote philosophia (filsafat pertama)
Filsafat pertama adalah pengetahuan toretis yang menelaah peradaan yang abadi, tidak berubah dan terpisah dari materi. Aristoteles mendefinisikan sebagai "the science of first principles" (ilmu tentang asas asas yang pertama) kemudian definisi itu di perlengkapnya menjadi "a scence which investigates being as being, and the attributes which belong to this in virtue of its own nature" (suatu ilmu yang menyelidiki peradaan dan ciri ciri yang tergolong pada objek ini berdasarkan sifat dasarnya sendiri).
Seorang pemikir pertama dalam sejarah filsafat diakui sebagai the father of philosophy (bapak filsafat ) ialah Thales.
Thales memperkembangkan filsafat alam kosmologi yang mempertanyakan asal mula, sifat dasar, dan struktur komposisi dari alam semesta. Ia juga berusaha mengembangkan astronomi dan matematika.
Pada tahap berikutnya muncullah Pythagoras, pemikir tokoh matematik ini mengemukakan sebuah ajaran metafisika bahwa bilangan merupakan intisari dari semua benda serta dasar pokok dari sifat sifat benda, dalilnya berbunyi :" number rules the universe" ( bilangab memerintah jagat raya ini).
Pythagoras berpendapat bahwa matematika merupakan suatu sarana atau alat bagi pemahaman filsafati. Pendapat ini kemudian memperoleh pengukuhan dar seorang filsuf yunani besar lainnya, yaitu Plato, tokoh pemikir ini menegaskan bahwa filsuf adalah cinta pandangan tenteng kebenaran (vision of truth) sedang filsafat merupakan pencarian yang bersifat perekaan (atau spekulatif) terhadap pandangan tentang seluruh kebenaran. Filsafat plato disebut filsafat spekulatif.
Menurut pendapat Plato, geometri sebagai pengetahuan rasional berdasarkan akal murni menjadi kunci kea rah pengetahuan dan kebenaran filsafati serata bagi pemahaman mengenai sifat dasar dari kenyataan yang terakhir.
Sejak zaman yunani kuno sesungguhnya berkembang 4 bidang pengetahuan, yaitu filsafat, ilmu, matematika, dan logika. Masing masing bidang pengetahuan itu memiliki ciri kehususan tersendiri dan menempuh arah pertumbuhan yang berbeda satu sama lain.
1. Filsafat.
Filsafat dimulai oleh thales sebagai filsafat jagad raya yang selanjutnya berkembang ke arah fosmologi. Filsafat ini kemudian menjurus pada filsafat spekulatif pada Plato dan metafisika pada aristoteles.
Filsuf Romawi Marcus Tullius Cicero secara singkat memberikan definisi filsafat sebaga ars vitae atau "the art of life"(pengetahuan tentang hidup). Konsepsi filsafat ini kemudian dianut luas atau orang orang terpelajar pada zaman Renaissance di eropa.
Dalam abad abad selanjutanya filsafat berkembang melalui dua jalur. Jalur yang pertama ialah filsafat alam (natural philosophy) yang mempelajari benda dan peristiwa alamiah. Untuk mempelajari secara tegas dengan filsafat alam itu, maka bidang pengetahuan ke dua yang menyangkut tujuan dan kewajiban manusia seperti etika, politik, dan psikologi disebut filsafat moral (moral philosophy).
Setelah memasuki abad XX ini filsafat dibedakan menjadi dua ragam, yakni filsafat kritis dan filsafat spekulatif. Filsafat kritis itu kemudian oleh sebagian filsuf disebut filsafat analaitik. Ragam filsafat analitik membahas pertanyaan pertanyaan tentang arti (meaning-question) dengan kata lain filsafat analitik terutama memusatkan perhatiannya pada analisis secara cermat terhadap makna berbagai pengertian yang diperbincangkan dalam filsafat, seperti misalnya substansi, eksistensi, moral, realitas, sebab, nilai,kebenaran,kebaikan , keindahan, dan kemestian.
Menurut perumusan Alfred North Whitehead, filsafat spekulatif adalah usaha menyusun sebuah system ide ide umum yang berpautan, logis, dan perlu yang dalam kerangka system itu setiap unsur dari pengalaman kita dapat ditafsirkan.
2. Ilmu.
Pada zaman Yunani kuno episteme atau pengetahuan rasional mencakup filsafat maupun ilmu. Thales sebagai seorang filsuf juga mempelajari astronomi dan topik topik yang termasuk pengetahuan fisika. Fisika adalah pengetahuan teoretis yang pempelajari alam.
Tetapi, pada zaman Renaissancesejak abad XIV sampai abad XVI terjadi perkembangan baru. Tokoh tokoh pembaharu dan pemikir seperti Galleo Gallilei, francis Bacon dan pada abad berikutnya Rene Descartes, dan Isaac Newton memperkenalkan metode matematik dan metode ekperimental untuk mempelajari alam.
Sejak abad XVII filsafat alam sesungguhnya bukan pengetahuan filsafat, melainkan pengetahuan yang kini dikenal sebagai ilmu alam. Perkembangan ilmu itu mencapai puncak kejayaan di tangan Newton. Dalam perkembangan selanjutnya philosophia naturalias memisahkan diri darai filsafat dan pada ahli menyebutnya kembali dengan nama fisika. James Connant menyatakan bahwa ilmu modern mencapai tahap berjalan dan berbicara pada tahun 1700 dan mulai memasuki taraf kedewasaan pada sekitar tahun 1780. Setelah dewasa masing masing ilmu memisahkan diri dari filsafat seprti halnya fisika. Pemisahan diri dilakukan oleh biologi dan psikologi.
Menurut pengamatan Hendry aiken, dalam abad XX filsafat memberikan kelahiran pada ilmu ilmu yang tampaknya juga bebas berupa logika formal, ilnguistik, dan teori tanda.
Filsafat kebanyakan masih bercorak spekulatif, sedangan ilmu ilmu modern telah menerapkan metode metode empirs, eksperimental dan induktif. Kini secara pasti cabang semua ilmu dinyatakan sebagai ilmu ilmu empiris. Sifat empiris inilah yang membentuk ciri umum dari kelompok ilmu modern yang membedakannya dari filsafat.
3. Matematika.
Bidang ilmu pengetahuan ke tiga setelah filsafat dan ilmu yang berkembang sejak zaman yunani kuno ialah matematika. Matematika mempunyai hubungan yang cukup erat dengan kedua bidang pengetahuan yang terdahulu itu.
Matematika sejak semula menjadi pendorang bagi pengembangan filsafat. JB. Burnet misalnya menyatakan bahwa perkembangan filsafat yunani bergantung pada kemajuan penemuan ilmiah khususnya matematika lebih dari sesuatu hal lainnya. Sedangaka Stephen barker mengemukakan bahwa pada zaman kuno matematika menyajikan bahan makanan yang berlimpah limpah berupa persoalan persoalan bagi pemikiran filsafati dan pada masa akhir akhir ini lebih banyak lagi.
Filsafat mendorang perkembangan matematika dan sebaliknya matematika juga memacu pertumbuhan filsafat. Selanjutnya matematika merupakan sumber penting yang tak kering kering sejak zaman kuno sampai zaman modern bagi pemikiran filsafati karena memberikan berbagai persoalan untuk di renungkan.
Sejak zaman modern hingga abad XX ini fisafat dan matematika berkembang terus melalui pemikiran tokoh tokoh yang sekaligus merupakan seorang filsuf dan juga ahli matematika seperti misalnya Descartes, Gottfried Wilhelm von Leibniz, Auguste Comte, Hendri Poincare, whitehead and Bertrand Russel.
Pada abad XVII matematik menjadi perintis dan bagian penting dari ilmu alam. Pada dewasa ini banyak ahli matematika dan ilmuan alam menyatakan bahwa matematika adalah bahasa dari ilmu ( the language of science).
4. logika
Logika adalah bidang pengetahuan yang mempelajari segenap azas, aturan, dan tata cara penalaran yang betul. Penalaran adalah proses pemikiran manusia yang berusaha tiba pada pernyataan baru yang merupakan kelanjutan runtut dari pernyataan lain. Pernyataan yang diketahui disebut pangkal pikir(premise), pernyataan baru yang diturunkan dinamakan kesimpulan (conclusion).
Walaupun tidak termasuk dalam episteme, logika sepenuhnya suatu jenis pengetahuan rasional. Aristoteles yang memelopori pengetahuan jenis ke 4 ini, logika (waktu itu masih disebutnya analitika)merupakan suatu alat ilmu (instrument of science) yang justru diperlukan untuk mempelajari kumpulan pengetahuan rasional itu.
Dalam abad tengah wibawa aristoteles diakui demikian tinggi sehingga pengetahuan logikanya dijadikan mata pelajaran wajib dalam pendidkan untuk warga bebas. Para pendeta dan guru mengajarkan flsafat sebagai pengetahuan yang tertinggi bersama sama dengan logika aristoteles. Logika yang dikembangakan oleh aristoteles dan selanjutnya diperlengkap oleh alhi ahli logika. Sampai dengan abad XIX logika tradisional merupakan satu satunya pengetahuan tentang penalaran yang betul untuk study dan pendidikan.
Tetapi mulai pertengahan abad ke dua XIX dikembangkan logika yang kemudian tergolong sebagai logika modern oleh ahli matematika seperti George boole, augustus de morgan, dan gottlob frege.
Logika telah menjadi bidang pengetahuan amat luas, tidak lagi semata mata bersifat filsati, melainkan juga bercorak sangat tekhnis, dan ilmiah. Logika modern telah tumbuh begitu cepat dan demikian beragam sehingga mendesak logika tradisional kesamping menjadi bagian kecil. Logika modern yang semula hanya mencakup logika perlambang, kini meliputi antara logika kewajiban, logika ganda-nilai, logika intusiononistik, dan berbagai sestem logika tak baku.
Hubungannya yang erat dengan filsafat dan matematik, logika dewasa ini juga telah mengembangkan berbagai metode logis yang banyak sekali pemakaiannya dalam ilmu ilmu. Selain deduksi dan induksi metode-metode pokok, juga dikenal berbagai metode pokok lainnya seperti analisis, abstraksi, analogi, serta pembagian serta penggolongan logis. Metode yang umumnya pertama dipakai oleh sesuatu ilmu ialah penggolongan logis. Ilmu-ilmu yang banyak memakai berbagai grafik dalam penjelasannya menerapkan metode analogi.
A. Sumber Filsafat Ilmu
Sumber filsafat ilmu merupakan aspek-aspek yang mendasari lahirnya ilmu filsafat yang berkembang dan muncul dalam kehidupan manusia. Menurut Sumarna (dalam Susanto, 2011: 186) sumber ilmu pengetahuan terdapatperbedaan antara pandangan filosof dan ilmuwan Barat dengan filosofot dan ilmuwan muslim. Menurut filosof dan ilmuwan muslim, sumber utama ilmu pengetahuan adalah wahyu yang termanifestasikan dalam Alquran dan As-sunnah, selain empiris dan rasional. Sedangkan menurut filosof dan ilmuwan Barat sumber ilmu pengetahuan hanya dibatasi pada sumber utama yaitu pengetahuan yang lahir dari pertimbangan rasio (akal atau deduksi) dan pengetahuan yang dihasilkan melalui pengalaman (empiris dan induksi).
Menurut Suriasumantri (dalam Susanto, 2011:186) terdapat empat cara pokok dalam mendapatkan pengetahuan, pertama adalah pengetahuan yang berdasarkan rasio yang dikembangkan oleh kaum rasionalis yang dikenal dengan rasionalisme. Kedua, pengetahuan yang berdasarkan pada pengalaman yang dikenal dengan faham empirisme. Ketiga, pengetahuan yang didapatkan tanpa melalui proses penalaran tertentu. Seseorang yang sedang terpusatkan pemikirannya pada suatu masalah tiba-tiba saja menemukan jawaban atas permasalahan tersebut. Intuisi bersifat personal dan tidak bisa diramalkan sehingga intuisi tidak bisa digunakan sebagai dasar untuk menyusun pengetahuan yang teratur. Sumber pengetahuan yang keempat adalah wahyu yang merupakan pengetahuan yang disampaikan tuhan kepada manusia. Sedangkan Amsal Bakhtiar mengungkapkan ada beberapa pendapat tentang sumber pengetahuan antara lain:
- Rasionalisme
Aliran ini menyatakan bahwa akal adalah dasar kepastian pengetahuan. Pengetahuan yang benar diperoleh dan diukur dengan akal. Menusia memperoleh penegetahuan melalui kegiatan menangkap objek.
Kaum rasionalis mempergunakan metode deduktif dalam menyusun pengetahuannya. Premis yang digunakan dalam penalarannya jelas dan dapat diterima. Ide ini menurut mereka bukanlah cipataan pikiran manusia. Prinsip itu sendiri itu sudah ada jauh sebelim manusia berusaha memikirkannya fungsi pikiran manusia hanyalah mengenali prinsip tersebut yang lalu menjadi pengetahuannya. Prinsip itu sendiri sudah ada dan bersifat arpiori dan dapat diketahiu oleh manusia lewat kemammpuan berfikir rasionalnya. Pengalamn tidaklah membuahkan prinsip dan justru sebaliknya, hanya dengan mengetahui prinsip yang dapat lewat penalaran rasional itulah maka kita daapt mengerti kejadian-kejadian yang berlakudalam alam sekitar kita. Secara singkat dapat dikatakan bahwa ide bbagus kaum rasionalis adalah bersifat apriori dan pra pengalaman yang didapatkan manusia lewat penalaran rasional.
Masalah utama yang timbul dari caraberpikir ini adalah mengenai kriteria untuk mengetahui akan kebenaran dari suatu ide yang mnurut seseorang adalah jelas dan dapat dipercaya. Ide yang satu bagi si A mungkin bersifat jelas dan dapat dipercaya namun hal itu belum tentu bagi si B. Mungkin saja bagi si B menyusun sistem pengetahuan yang sama sekali lain dengan sistem pengetahuan si A karena si B mempergunakan ide lain yang bagi si B merupakan prinsip yang jelas dan dapat dipercaya. Jadi masalah utama yang dihadapi kaum rasionalis adalah evaluasi darikebenaran premis-premis yang dipakainya dalam penalaran deduktif. Karena premis-premis ini semuanya bersumber pada penalaran rasional yang bersifat abstrak dan terbatas daripengalam maka evaluasi semacam ini tak dapat dilakukan. Oleh sebab itu maka lewat penalaran rasional akan didapatkan bermacam-macam pengetahuan mengenai satu objek tertentu tanpa adanya suatu konsensus yang dapat diterima oleh semua pihak. Dalam hal ini maka pemikiaran rasional cenderung untuk bersifat silopsistik dan subyektif.
- Empirisme
Kata ini berasal dari kata Yunani empeirikos, artinya pengalaman. Menurut aliran ini manusia memperoleh pengetahuan melalui pengalamannya. Dan bila dikembalikan kepada kata Yunaninya, pengalaman yang dimaksudkan ialah pengalaman inderawi.
Berlainan dengan kaum rasionalis maka kaum empiris berpendapat bahwa pengetahuan manusia itu bukan didapatkan lewat penalaran rasional yang abstrak namun lewat pengalaman yang konkret. Gejala-gejala alamiah menurut anggapan kaum empiris adalah bersifat konkret dan dapat dinyatakan lewat tangkapan pancaindra manusia. Gejala itu kalau kita telaah lebih lanjut mempunyai beberapa katakteristik tertentu, umpamanya saja terdapat pola yang teratur mengenai suatu kejadian tertentu. Suatu benda padat kalau dipanaskan akan mememanjang. Langit mendung diikuti dengan turunnya hujan. Demikian seterusnya di mana pengamatan kita akan membuahkan pegetahuan mengenai berbagai gejala yang mengikuti pola-pola tertentu. Di samping itu kita melihat adanya karakteristik lain yakni adanya kesamaan dan pengulangan umpamanya saja bermacam-macam logam kalau kita panaskan akan memanjang. Hal ini memungkinkan kita untuk melakukan suatu generalisasi dari berbagai kasus yang telah terjadi. Dengan mempergunakan metode induktif maka dapat disusun pengetahuan yang berlaku secara umum lewat pengamatan terhadap gejala-gejala fisik yang bersifat individual.
Masalah utama yang timbul dalam penyusunan pengetahuan secara empiris ini ialah bahwa pengetahuan yang dikumpulkan itu cenderung untuk menjadi suatu fakta-fakta. Kumpulan tersebut belum tentu bersifat konsisten dan mungkin saja terdapat hal-hal yang bersifat kontradiktif. Suatu kumplan mengenai fakta, atau kaitan antara berbagai fakta, belum menjamin terwujudnya suatu sistem pengetahuan yang sistematis; kecuali kalau dia hanya " seorang kolektor barang-barang serbaneka". Lebih jauh Einstein mengingatkan bahwa tak terdapat metode induktif yang memungkinkan berkembangnya konsep dasar suatu ilmu.
Kaum empiris menganggap bahwa dunia fisik adalah nyata karena merupakan gejala yang tertangkap oleh pancaindra. Hal ini membawa kita kepada dua masalah. Pertama, sekiranya kita mengetahui dua fakta yang nyata, umpamanya rambut keriting dan inteligensi manusia, bagaimana kita merasa pasti mengenai kaitan antara kedua fakta tersebut? Apakah rambut keriting dan inteligensi manusia mempunyai kaitan satu sama lain dalam hubungan kausalitas? Sekiranya kita mengatakan tidak bagaimana sekiranya penalaran induktif membuktikan sebaliknya?
Pernyataan tersebut mengingatkan kita bahwa hubungan antaraberbagai fakta tidakalah nyata sebagaimana yang kita sangka. Harus terdapat suatu kerangka pemikirang yang memberi latar belakang mengapa X mempunyai hubungan dengan Y, sebab kalau tidak, maka pada hakikatnya semua fakta dalam dunia fisik bisa saja dihubungkan dalam kaitan kausalitas.
Masalah yang kedua adalah mengenai hakikat pengalaman yang merupakan cara dalam menemukan pengetahuan dan pancaindra sebagai alat yang menangkapnya. Pertanyaannya apakah yang sebenarnya dinamakan pengalaman? Apakah ha ini merupakan stimulus pancaindra? Ataukah perspsi? Atau sensasi? Sekiranya kita mendasarkan diri kepada pancaindra sebagai alat dalam menangkap gejala fisikyang nyata maka seberapa jauh kita dapat mengandalkan pancaindra tersebut?
Ternyata kaum empiris tidak bisa memberikan jawaban yang meyakinkan mengenai hakikat pengalaman itu sendiri. Sedangkan mengenai kekurangan pancaindra manusia ini bukan merupakan suatu yang baru bagi kita. Pancaidra manusia sangat terbatas kemampuannya dan terlebih penting lagi pancaindra manusia bisa melakukan kesalahan.
- c. Intuisi
Menurut Henry Bergson intuisi adalah hasil dari evolusi pemahaman yang tertinggi. Kemampuan ini mirip dengan insting, tetapi berbeda dengan kesadaran dan kebebasannya.Ia juga mengatakan bahwa intuisi adalah suatu pengetahuan yang langsung, yang mutlak dan bukan pengetahuan yang nisbi. Intuisi bersifat personal dan tidak bisa diramalkan. Sebagai dasar untuk menyusun pengetahuan secara teratur, intuisi tidak dapat diandalkan.
Sampai sejauh ini, pengetahuan yang didapatkan secara rasional maupun secara empiris, keduanya merupakan induk produk dari sebuah sebuah rangkaian penalaran. Intuisi merupakan pengetahuan yang didapatkan tanpa melalui proses penalaran tertentu. Seseorang yang sedang terpusat pikirannya pada suatu masalah tiba-tiba saja menemukan jawaban atas permasalahan tersebut. Tanpa melalui proses yang berliku-liku tiba-tiba saj dia sudah sampai di situ. Jawaban atas permasalahan yang sedang dipikirkannya muncul dibenaknya bagaikan kebenaran yang membukakan pintu. Atau bisa juga, intuisi ini bekerja dalam keadaan yang tidak sepenuhnya sadar, artinya jawaban atas suatu permasalahan ditemukan tidak ada waktu orang tersebut secara sadar sedang menggelutnya. Suatu masalah yang sedang kita pikirkan, yang kemudian kita tunda karena menemui jalan buntu, tiba-tiba saja muncul di benak kita yang lengkap dengan jawabannya. Kita merasa yakin bahwa memang itulah jawaban yang kita cari namun kita tidak bisa menjelaskan bagaimana caranya kita sampai ke sana.
Intuisi bersifat personal dan tidak bisa diramalkan. Sebagai dasar untuk menysun pengetahuan secara teratu maka intuisi ini tidak bisa diandalkan. Pengetahuan intuitif dapat dipergunakan sebagai hipotesis bagi analisis selanjutnya dalam menentukan benar tidaknya pennyataan yang dikemukakannya. Kegiatan intuitif dan analitik bisa bekerja saling membantu dalam menemukan kebenaran. Bagi Maslow intuisi ini merupakan pengalaman puncak (peak expierence) sedangkan bagi Nietzsche merupakan intelegensi yang paling tinggi.
- d. Wahyu
Wahyu adalah pengetahuan yang disampaikan oleh ALLAH kepada manusia lewat perantaraan para nabi. Wahyu Allah (agama) berisikan pengetahuan, baik mengenai kehidupan seseorang yang terjangkau oleh pengalaman, maupun yang mencakup masalah transendental, seperti latar belakang dan tujuan penciptaan manusia, dunia dan segenap isinya serta kehidupan di akhirat nanti.
Agama merupakan pengetahuan bukan saja mengenai kehidupan sekarang yang terjangkau pengalaman, namun juga mencakup masalah-masalah yang bersifat trasedental seperti latar belakang penciptaan manusia dan hari kemudian di akhirat nanti. Pengetahuan ini didasarkan pada kepercayaan akan hal-hal yang ghaib. Kepercayaan kepada Tuhan yang merupakan sumber pengetahuan, kepercayaan kepada nabi sebagai perantara dan kepercayaan terhadap wahyu sebagai cara penyampaian, merupakan dasar dari penyusunan pengetahuan ini. Kepercayaan merupakan titik tolak dalam agama. Suatu pernyataan harus dipercaya dulu untuk dapat diterima: pernyataan ini bisa saja selanjutnya dikaji dengan metode lain. Secara rasional bisa dikaji umpamanya apakah pernyataan-pernyataan yang terkandun di dalamnya bersifat konsisten atau tidak di pihak lain secara empiris bisa dikumpulkan secara empiris bisa dikumpulkan fakta-fakta yang mendukung pernyataan tersebuat atau tidak. Singkatnya, agama dimulai dengan rasa percaya, dan lewat pengkajian selanjutnya kepercayaan itu bisa meningkat atau menurun. Pengetahuan lain, seperti ilmu umpamanya, bertitik tolak sebaliknya. Ilmu dimulai dengan rasa tidak percaya, dan setelah melalui proses pengkajian ilmiah, kita bisa diyakinkan atau tetap pada pendirian semula.
Dari uraian diatas, yang dapat dijadikan sumber pengetahuan adalah wahyu, pengalaman dan rasio. Sedangkan intuisi tidak dapat digunakan sebagai sumber ilmu pengetahuan karena ia bersifat personal dan tidak bisa diramalkan serta bersifat tiba-tiba atau seketika.
III. PENUTUP
Kesimpulan
Bidang Ilmu pengetahuan diabagi menjadi 4 , antara lain :
1. Filsafat
Dimulai oleh thales Filsafat jagat raya berkembang kearah kosmologi, dan dalam abad tengah filsafat dianggap sebagai the supremart(pengetahuan yang tinggi) , dan kemudian berkembang menjadi dua jalur , filsafat alam dan filsafat moral.
2. Ilmu
Pada yunani kuno episteme atau pengetahuan mencakup filsafat maupun ilmu. Yang kemudian terjadi pembaharuan dan pemikir baru yang memperkenalkan metode matematika dan metode eksperimental untuk mempelajari alam.
3. Matematika
J.B.Burnet menyatakan bahwa perkembangan filsafat tergantung penemuan ilmiah matematika.Stephen beker juga mengemukakan matematika menyajikan makanan yang berlimpah-limpah bagi pemikiran filsafat.kemudian matematika terus berkembang melalui pemikiran tokoh-tokoh seorang filsuf dan ahli matematika menjadi perintis bagian dari ilmu alam.
4. Logika
Bidang pengetahuan yang mempelajari asaz , aturan , dan tatacara penalaran.logika dibawa oleh Aristoteles dan dijadkan pelajaran wajib dalam pendidikan oleh warga bebas.setelah itu dikembangkan menjadi logika modern yang berhubungan erat dengan filsafat dan matematika.
Kemudian sumber-sumber ilmu meliputi 4, diantaranya:
a. Rasionalisme
Aliran ini menyatakan bahwa akal adalah dasar kepastian pengetahuan. Pengetahuan yang benar diperoleh dan diukur dengan akal. Menusia memperoleh penegetahuan melalui kegiatan menangkap objek.
b. Empirisme
Kata ini berasal dari kata Yunani empeirikos, artinya pengalaman. Menurut aliran ini manusia memperoleh pengetahuan melalui pengalamannya. Dan bila dikembalikan kepada kata Yunaninya, pengalaman yang dimaksudkan ialah pengalaman inderawi.
c. Intuisi.
Kemampuan ini mirip dengan insting, tetapi berbeda dengan kesadaran dan kebebasannya. Intuisi adalah suatu pengetahuan yang langsung, yang mutlak dan bukan pengetahuan yang nisbi.
Intuisi bersifat personal dan tidak bisa diramalkan. Sebagai dasar untuk menyusun pengetahuan secara teratur, intuisi tidak dapat diandalkan.
d. Wahyu
Wahyu adalah pengetahuan yang disampaikan oleh ALLAH kepada manusia lewat perantaraan para nabi. Wahyu Allah (agama) berisikan pengetahuan, baik mengenai kehidupan seseorang yang terjangkau oleh pengalaman, maupun yang mencakup masalah transendental, seperti latar belakang dan tujuan penciptaan manusia, dunia dan segenap isinya serta kehidupan diakhirat nanti.
DAFTAR PUSTAKA
Suriasumantri, Jujun S., 2009, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, Pusataka Sinar Harapan, Jakarta.
Adib,Mohammad, 2011, Filsafat Ilmu, Pustaka Belajar, Yogyakarta.
Achmadi, Asmoro, 2005, Filsafat Umum, Rajawali Pers, Jakarta.
Bakhtiar, Amsal, 2010, Filsafat Ilmu, Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Susanto, A. 2011, Filsafat Ilmu, Bumi Aksara, Jakarta.
0 Komentar untuk "MAKALAH FILSAFAT ILMU SUMBER SUMBER ILMU"